Foto : Mojok.co
Tere
Liye membuat gempar publik dengan keputusannya untuk memutuskan kontrak penerbitan
bukunya, Gramedia Pustaka Utama dan Replubika. Keputusan yang dapat dikatakan
berani. Tere Liye melawan. Seperti yang kita ketahui, Tere Liye merupakan
penulis buku best seller Indonesia dan masuk sebagai 3 besar penulis terkaya di
Indonesia melalui buku. Tentu royalti yang didapatnya juga besar, seiring
dengan bukunya yang hampir semua masuk nominasi best seller. Namun dalam sistem
pajak di Indonesia, semakin kaya maka akan semakin besar pajak yang harus
dibayar. Tidak mengherankan jika pajak yang harus dibayar Tere Liye juga besar.
Jadi, apakah keputusan Tere Liye ini sebenarnya benar atau salah ? Apakah pajak
kepada penulis juga wajar dilakukan mengingat buku karya penulis sendiri telah
dipotong juga untuk biaya produksi ?
Tentu
kita menyadari harga buku di Indonesa termasuk mahal. Bagi masyarakat Indonesia, buku bagaikan kebutuhan tersier. Buku
menjadi barang mewah. Hal ini menjadi faktor yang menempatkan Indonesia menjadi
negara dengan minat baca rendah. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Central Connecticut
State University terkait minat baca menempatkan Indonesia di posisi 60 dari 61
negara. Tidak heran jika kita melihat masyarakat Indonesia lebih banyak membaca
berita hoax di media online ataupun membaca pengetahuan yang tidak jelas
sumbernya daripada membaca buku lebih dipercaya kredibilatasnya. Masyarakat Indonesia
semakin miskin ilmu karena harga buku yang meroket. Sebenarnya apa sih yang
membuat harga buku di Indonesia mahal ? Kenapa dengan harga buku yang mahal, pungutan
pajak penulis juga tinggi seperti dalam kasus Tere Liye ?
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan harga buku Indonesia lebih mahal dibandingkan
negara lain. Indonesia sebagai negara kepulauan mengakibatkan perlunya ongkos
distribusi dan produksi menjadi tinggi. Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf
Kalla pernah menyatakan, tingginya harga buku di Indonesia disebabkan sistem
distribusi buku yang kurang tepat. Karena itu jika ingin menciptakan harga buku
murah, maka sistem distribusi buku perlu dibenahi. Selain itu penerbit juga
harus memberikan biaya kepada toko buku yang menjual buku terbitan penerbit, Bisa
jadi karena proses produksi dan distribusi ini Tere Liye menghentikan
penerbitan buku. Pasalnya, apabila penulis menjual bukunya secara daring
(online) maka harga buku akan lebih ekonomis. Hal ini pernah dilakukan penulis
novel ‘Supenova’ Dee Lestari. Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Bambang Widjojanto juga mengatakan apabla harga buku mahal, tidak ada yang
membeli sehingga tidak ada penghargaan kepada penulis.
Setidaknya
ada tiga jenis pajak yang selama ini dibebankan pemerintah kepada para penerbit
seperti yang dijelaskan pada Replubika.co.id. “Ketiga jenis pajak tersebut
adalah pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh), dan pajak
kertas. Nilai pajak yang mesti dibayarkan penerbit itu mencapai 10 persen dari
masing-masing objek pajak. Sehingga dapat dikatakan, hanya sedikit royalti yang
diterima penulis karena pembayaran pajak dan proses produksi serta distribusi,
walaupun harga buku yang dijual tersebut mahal.”
Kita
bisa lihat nantinya apakah akan muncul penulis-penulis lain yang mengikuti Tere
Liye untuk memutuskan kontrak dengan penerbit buku. Saya harap dengan sikap
Tere Liye tersebut, semakin gesit juga pemerintah untuk ikut turun tangan
mengusut pajak penulis dan harga buku yang mahal. Seperti yang kita sama-sama
ketahui dalam alinea ke-IV Pembukaan UUD 1945, bahwa salah tujuan bangsa Indonesia
adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Buku adalah alat untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa sebenarnya. Saya sendiri
berharap sistem penjualan buku dapat dibenahi dan diatasi agar harga buku
menjadi lebih murah walau berada pada tanggung jawab penerbit. Karena apabila
nantinya banyak penulis yang memutuskan untuk menjual buku secara online,
perlahan-lahan usaha penerbitan buku ataupun toko buku pelan namun pasti akan
gulung tikar. Pekerja-pekerja distributor, supir, pegawai toko buku yang kehilangan
pekerjaan yang kemudian akan meningkatkan angka pengangguran. Kita tunggu aksi
pemerintah untuk mengatasi harga buku ini agar semua pihak, baik penulis,
pembaca maupun para pengusaha toko buku bisa sama-sama puas tanpa ada yang merasa
terkuras. (Putri Noor Jehan)
0 coment�rios :
Posting Komentar