Tidak mengherankan jika masyarakat Indonesia sangat marah
saat bendera Merah Putih ditempatkan dalam posisi terbalik dalam buku panduan
yang dicetak panitia penyelenggara SEA Games 2017. Dengan segala sejarah dan
rekam jejak dinamika hubungan antara Indonesia-Malaysia, reaksi kemarahan itu
sama sekali tidak mengejutkan.
Bendera memang hanya secarik kain yang sering dikibarkan di tiang atau
sepotong kertas yang dilambaikan di jalan. Namun, ia punya arti sebagai simbol
suatu negara untuk menunjukkan kedaulatan sehingga tak satu pihak pun yang
boleh melecehkannya. Karena itu, tidak ada yang bisa seenaknya mengutak-atik,
apalagi dengan maksud menghina. Pun demikian dengan bendera Merah Putih,
bendera nasional kebanggaan Indonesia.
Sang Saka Merah Putih ialah simbol perjuangan, patriotisme, dan alat
pemersatu bangsa ini. Ia memiliki sisi filosofis yang sarat arti. Merah berarti
keberanian, putih berarti kesucian. Keduanya saling melengkapi dan
menyempurnakan untuk membangun Indonesia. Karena itu, bangsa ini tak mungkin
menoleransi setiap pelecehan terhadap Merah Putih. Tak peduli siapa pun dia,
apakah orang Indonesia atau warga mancanegara, jika menghina sang Saka, harus
berhadapan dengan seluruh anak bangsa.
Belakangan, setidaknya ada dua
pihak yang menghina Merah Putih. Pertama, sekelompok orang dari sebuah
pesantren di Bogor membakar umbul-umbul merah putih yang dipasang warga dalam
rangka menyambut HUT ke-72 RI. Warga sekitar geram, aparat keamanan pun lantas
menyeret para pelaku sebagai tersangka. Itulah konsekuensi yang harus diterima
mereka yang melecehkan Merah Putih.
Penghinaan kedua terjadi jauh di
tanah seberang, Malaysia. Pelakunya, panitia pesta olahraga terakbar
bangsa-bangsa Asia Tenggara atau SEA Games 2017 yang tengah bergulir di Kuala
Lumpur. Bentuknya, Merah Putih dipasang terbalik di buku panduan SEA Games 2017
yang dibagikan kepada para tamu pesta pembukaan ajang tersebut, dua hari lalu.
Memajang bendera Merah Putih
secara terbalik ialah kesalahan fatal, sangat fatal. Ia merupakan penghinaan
tingkat tinggi atas harga diri negara dan rakyat Indonesia. Apalagi, bendera
terbalik ialah penanda bahwa sebuah negara dalam keadaan perang, padahal Indonesia
damai-damai saja.
Amat wajar jika penyesalan hingga
kecaman dari Tanah Air membanjiri Malaysia. Sejumlah menteri hingga Presiden
Jokowi memprotes keras insiden itu. Rakyat Indonesia juga geram dan ramai-ramai
menumpahkan kemarahan lewat media sosial.
Lagi pula, bukan kali ini saja
Malaysia meremehkan kita. Di wajah yang satu, mereka bermulut manis dan menganggap
Indonesia sebagai saudara serumpun, tetapi di wajah yang lain kerap memainkan
peran sebagai tetangga yang kurang ajar. Bahkan, Malaysia tak jarang mengusik
kedaulatan Indonesia di perbatasan.
Kita patut murka kepada Malaysia.
Memang sudah semestinya kita melayangkan nota protes dan mendesak Malaysia
menindak tegas mereka yang serampangan memajang Merah Putih. Namun, seperti
imbauan Presiden Jokowi, kasus ini tak perlu dibesar-besarkan. Kita harus
bijak, tapi tegas. Toh, pemerintah Malaysia sudah mengaku salah, meminta maaf
secara resmi, dan menarik buku panduan SEA Games yang bermasalah.
Biarkan Malaysia sibuk untuk
meyakinkan bahwa insiden itu bukan karena kesengajaan, melainkan akibat
kepandiran. Kita sudah menunjukkan sikap sebagai negara besar dan berdaulat
bahwa Indonesia tak bisa dihinakan siapa pun. Akan lebih hebat jika kita bisa
membalas penghinaan itu dengan prestasi tertinggi di SEA Games 2017, di kandang
Malaysia.
0 coment�rios :
Posting Komentar